Newsflash
Rapat Pleno Terbuka rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 tinggkat Provinsi Kalimantan Barat akan dilaksanakan pada tanggal 19 juli 2009, Pukul: 14.00 Wiba-selesai, bertempat di Hotel Santika Pontianak 
Main Menu
Login Form



Capres dan Cawapres 2009
Partai Politik Pemilu 2009
partai politik 2009
Pengunjung
mod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_counter
mod_vvisit_counter Today 24
mod_vvisit_counter Yesterday 45
mod_vvisit_counter This week 69
mod_vvisit_counter Last week 252
mod_vvisit_counter This month 1058
mod_vvisit_counter Last month 957
mod_vvisit_counter All 2610

Online (20 minutes ago): 2
Your IP: 174.129.121.101
,
Visitors Counter 1.6
KPU Tetapkan Caleg Terpilih Anggota DPR RI Periode 2009-2014 PDF Print E-mail
Article Index
KPU Tetapkan Caleg Terpilih Anggota DPR RI Periode 2009-2014
Putusan Final MK Diterima KPU
Mahkamah Konstitusi
Sebagian Uji Materi UU Pemilu dikabulkan MK
Jawab Gugatan, KPU Ajukan Bukti-Bukti
Pemutakhitan DPT Sesuai UU No.10/2008
MK
All Pages
KPU Tetapkan Caleg Terpilih Anggota DPR RI Periode 2009-2014
Rabu, 02 September 2009 21:42
Jakarta, mediacenter.kpu.go.id-Setelah melakukan Rapat Pleno yang cukup panjang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (3/8) akhirnya menetapkan daftar Caleg Terpilih DPR RI Periode 2009-2014. Penetapan tersebut baru dapat dilakukan di Ruang Sidang KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta, pada pukul 21.30 malam, Rapat sudah dimulai sejak pukul 12.30 siang. Alotnya pembahasan untuk menetapkan penghitungan final terkait jumlah kursi dan nama-nama yang berhak mendudukinya dikarenakan ada beberapa nama yang berubah, karena terjadi pergeseran kursi di beberapa Daerah Pemilihan (Dapil). Selain Ketua dan para Anggota KPU, hadir dalam rapat tersebut para anggota Bawaslu dan KPU Daerah, khususnya daerah yang masih “bermasalah”.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary dalam keterangan persnya menyatakan bahwa KPU melakukan penetapan tersebut sesuai jadwal. “Sesuai rencana, sehari setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas hasil pemungutan dan penghitungan ulang di sejumlah daerah, kami mengumumkan perolehan kursi dan caleg terpilih, “ujarnya. Hafiz menambahkan, seluruh penghitungan kursi dan penetapan caleg pada Tahap I dan Tahap II tidak mengalami perubahan dari ketetapan KPU. Sedangkan pada penghitungan Tahap III yang mengacu pada Amar Putusan MK, terjadi perubahan perolehan kursi dan pergeseran caleg yang mendapatkan kursi.
Dari total 560 caleg terpilih anggota DPR periode 2009-2014, KPU baru menetapkan 546 nama. Sisanya, sebanyak 14 caleg penetapannya ditunda karena beberapa masalah. Sepuluh caleg yang ditunda berasal dari Papua , sedangkan empat caleg yang lain adalah Caleg PAN dari Dapil Jawa Barat XI, Caleg Partai Gerindra dari Dapil Jawa Tengah VIII, Caleg PPP dari dari Dapil Sulawesi Selatan I dan Caleg PPP dari dapil Jawa Timur XI. (dd/Fs/Red)
Putusan Final MK Diterima KPU 
Selasa, 01 September 2009 
Jakarta, mediacenter.kpu.go.id-Komisi Pemilihan Umum (KPU) hari ini (1/9) menerima putusan final Mahkamah Konstitusi (MK), terkait hasil pemungutan dan penghitungan suara ulang di berbagai daerah sesuai dengan amar putusan sela MK tentang perselisihan hasil Pemilu Legislatif. Atas putusan sela MK itu, pemungutan dan penghitungan suara ulang dilaksanakan di berbagai daerah antara lain Pariaman Selatan, Rokan Hulu II, Batam, Minahasa, Nias Selatan untuk kursi DPR RI (Dapil Sumut II dan Dapil Sumut VII) dan Nias Selatan untuk kursi DPD, Tulang Bawang serta Musi Rawas (Dapil Musi Rawas IV). Sidang Mahkamah Konstitusi yang berlangsung sekitar dua jam ini dipimpin oleh Ketua MK Mahfud MD dan Hakim Anggota MK, sedang dari KPU hadir antara lain Anggota KPU Endang Sulastri , Sri Nuryanti, Syamsulbahri dan Andi Nurpati. Anggota KPU, Andi Nurpati yang dihubungi secara terpisah usai pembacaan putusan terkait pemungutan dan penghitungan suara ulang di berbagai daerah mengatakan “Berdasarkan keputusan MK hari ini, KPU besok (2/9-red) akan mengadakan rapat pleno untuk menetapkan caleg terpilih Anggota DPR dan DPD. Mudah-mudahan pengumumannya bisa dilaksanakan besok di Gedung KPU”.Lebih lanjut Andi mengatakan KPU saat ini tengah mematangkan acara persiapan pengucapan sumpah/janji caleg terpilih, yang akan dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober. “Persiapan untuk pengucapan sumpah/janji caleg terpilih DPR dan DPD Periode 2009-2014 pada tanggal 1 Oktober 2009 terus dilakukan KPU, ”ujarnya. Pemungutan dan penghitungan suara ulang di berbagai daerah membuat komposisi perolehan suara beberapa Parpol di dapil yang bersangkutan mengalami perubahan, termasuk perubahan perolehan suara caleg DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sehingga dalam penetapan caleg terpilih akan terjadi perubahan nama-nama caleg terpilih. (Nia/Dd/Fsl)
   
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) nomor perkara 108-109/PHPU.B-VIII/2009 yang diajukan oleh pasangan Capres JK-WIN dan Mega-Prabowo, Rabu (12/8) di ruang sidang Pleno MK. Dengan demikian, pemilihan umum presiden/wakil presiden yang menghasilkan pasangan SBY-Boediono sebagai pemenang, sah menurut hukum. Dalam persidangan, terungkap bahwa data-data yang diajukan oleh para Pemohon banyak yang hanya berupa asumsi semata. “Mahkamah berpendapat bahwa dalil-dalil yang hanya berupa angka-angka tanpa diiringi oleh alat bukti yuridis tidak dapat menjadi landasan Mahkamah untuk mengabulkan permohonan para Pemohon,” kata hakim konstitusi Maruarar Siahaan. Berkaitan dengan eksepsi, Mahkamah berpendapat bahwa keberatan Termohon dan Pihak Terkait tersebut tidak beralasan sehingga harus dikesampingkan. “Eksepsi yang berkaitan dengan error in objecto tidak tepat dikarenakan Mahkamah tidak hanya mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan penghitungan hasil suara Pilpres tetapi juga keadilan substantifnya,” ujar hakim konstitusi Maria Farida. Eksepsi kedua mengenai kaburnya (obscuur libel) permohohan, Mahkamah berpendapat bahwa terdapat 5 (lima) ukuran untuk menilai sebuah permohonan adalah kabur, yaitu; a). posita (fundamentum petendi) tidak menjelaskan dasar hukum dan kejadian yang mendasari permohonan; b). objek perselisihan tidak jelas, misalnya tidak memuat identitas pihak-pihak terkait, lokasi dan waktu kejadian; c). posita dan petitum bertentangan; d). petitum tidak terinci secara jelas; e).eksepsi Termohon memasuki pokok permohonan. Berdasarkan kelima ukuran tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa permohonan tidaklah obscuur libel. Eksepsi ketiga yang berkaitan dengan pergantian permohonan oleh Mahkamah dianggap bukanlah alas an untuk menerima eksepsi Termohon. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 7 angka 3 Peraturan MK No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam PHPU Presiden dan Wakil Presiden yang memperbolehkan perbaikan permohonan pada persidangan hari pertama. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Mahkamah memutuskan eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tidak dapat diterima.
TPS dan DPT
Sementara itu, dalil Pemohon mengenai permasalahan penghilangan 69.000 TPS oleh KPU menurut Mahkamah tidak serta merta menguntungkan salah satu pasangan peserta Pilpres. “Sangat tidak rasional jika 69.000 TPS dikalikan dengan 500 orang jumlah pemilih yang kemudian 70% suara pemilihnya diakui sebagai perolehan suara Pemohon I. Adapun terkait istilah “pemilih pemohon” yang didalilkan Pemohon II dianggap sebagai kader partai Pemohon II yang hanya karena memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) partai atau menjadi anggota tim sukses atau simpatisan partai,” kata Hakim konstitusi Achmad Sodiki. Sedangkan untuk permasalahan DPT yakni terkait adanya pemilih dengan NIK ganda, nama dan NIK yang ganda, nama, alamat, tanggal lahir dan NIK ganda, serta softcopy yang berbeda, Mahkamah menilai tidak dapat dibuktikan keterkaitannya dengan penggelembungan suara oleh para Pemohon. “sepanjang menyangkut masalah DPT yakni penggunaan soft copy DPT tidak dapat dijadikan pedoman akhir untuk menentukan jumlah dan rincian DPT yang sebenarnya karena seharusnya DPT dalam bentuk soft copy harus didukung dengan DPT riil yang berbasis masing-masing TPS. Dengan demikian, permohonan para Pemohon tidak berdasar hukum dan harus dikesampingkan,” ungkap hakim konstitusi Akil Mochtar.
Menolak Permohonan Seluruhnya
Setelah mempertimbangkan dalil-dalil beserta bukti yang diajukan Pemohon dalam persidangan, Mahkamah menilai bahwa permohonan tidak memiliki nilai yuridis. “Mengenai adanya penambahan perolehan suara Pihak Terkait dan mengenai adanya pengurangan suara baik Pemohon I maupun Pemohon II tidak terbukti secara hukum. Jumlah perolehan suara yang didalilkan, baik oleh Pemohon I maupun oleh Pemohon II tidak beralasan hukum,” ujar hakim konstitusi Moh. Mahfud MD. Terhadap perkara-perkara yang berkaitan dengan pidana Pemilu, Mahkamah berpendapat bahwa perkara tersebut telah ditangani oleh apparatus hukum yang berwenang. “Terhadap perkara-perkara pidana yang lain yang belum dilaksanakan proses hukumnya, dapat dilanjutkan ke Peradilan Umum,” ujar hakim konstitusi Maruarar Siahaan. Dengan pertimbangan diatas, Mahkamah menolak permohonan Pemohon. “Dalam pokok perkara menolak permohonan Pemohon I dan Pemohon II untuk seluruhnya,” Tegas Moh. Mahfud MD dalam pembacaan amar putusan. Pemohon dalam persidangan kali ini hanya diwakili oleh para Kuasa Hukumnya. Pasangan Calon Presiden No.1 Jusuf Kalla-Wiranto diwakili oleh Victor Nadapdap, Andi M Asrun, dan Tim Advokasi JK-Win. Sedangkan pasangan Capres-Cawapres No urut 2 diwakili Arteria Dahlan, Mahendradatta, dan Tim Advokasi Mega-Pro lainnya. (Feri Amsari/RNB Aji)
Sebagian Uji Materi UU Pemilu dikabulkan MK
 
Jakarta, mediacenter.kpu.go.id- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-undang No. 10/2008 tentang pemilihan Anggota DPR, DPD, DPRD, dalam sidang pembacaan putusan MK pada Jumat (7/08) pukul 14.00 WIB, di ruang sidang pleno MK. Pemohon pengujian ini terdiri dari tiga partai politik peserta pemilu dan seorang caleg asal Partai Persatuan Pembangunan. Ketiga parpol tersebut adalah Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dengan perkara No. 110/PUU-VII/2009, Partai gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan perkara No. 112/PUU-VII/2009, Partai Keadilan Sejahtera (PSK) dengan perkara No. 113/PUU-VII/2009, dan caleg asal PPP dengan perkara No. 111/PUU-VII/2009. Dalam amar putusan yang dibacakan ketua MK Mahfud MD, MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum melaksanakan penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tahap kedua hasil pemilu tahun 2009 berdasarkan putusan Mahkamah tersebut.
Dalam amar putusan tersebut juga disebutkan bahwa pasal 205 ayat 4 UU No.10 tahun 2008 adalah konstitusional bersyarat. Artinya, konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penghitungan tahap kedua untuk penetapan perolehan kursi DPR bagi parpol peserta pemilu dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Menentukan kesetaraan 50 persen suara sah dari angka bilangan pembagi pemilih (BPP) di setiap daerah pemilihan (dapil) anggota DPR.
2. Membagikan sisa kursi pada setiap pemilihan anggota DPR kepada parpol peserta pemilu anggota DPR dengan ketentuan:
a) apabila suara sah atau sisa suara parpol atau peserta pemilu anggota DPR mencapai sekurang-kurangnya 50 persen dari angka BPP, maka parpol terrsebut memperoleh satu kursi.
b) apabila suara sah atau sisa suara parpol peserta pemilu anggota DPR tidak mencapai sekurang-kurangnya 50 persen dari angka BPP dan masih terdapat sisa kursi, maka:
1) suara sah parpol yang bersangkutan dikategorikan sebagai sisa suara yang diperhitungkan kursi tahap ketiga
2) sisa suara parpol yang bersangkutan diperhitungkan dalam penghitungan kursi tahap ketiga
Sedangkan untuk pasal 211 ayat 3 dinyatakan konstitusional bersyarat. Artinya, konstitusional sepanjang dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi, yaitu dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi tersebut dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasarkan penghitungan tahap pertama.
2. Menentukan jumlah sisa suara sah partai politik peserta pemilu anggota DPRD Provinsi tersebut, dengan cara:

a) bagi parpol yang memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPP
b) bagi parpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, sura sah yang diperoleh parpol tersebut dikategorikan sisa suara.
3. Menetapkan perolehan kursi parpol peserta pemilu Anggota DPRD Provinsi, dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu anggota PDRD satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki oleh parpol.
Pasal 212 ayat 3 UU No.10 Tahun 2008, juga berlaku konstitusional bersyarat, artinya konstitusional sepanjang dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi, yaitu dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota tersebut dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasarkan penghitungan tahap pertama.
2. Menentukan jumlah sisa suara sah partai politik peserta pemilu Anggota DPRD Kabupaten/Kota tersebut dengan cara:
a) bagi parpol yang memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPP
b) bagi parpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, suara sah yang diperoleh parpol tersebut dikategorikan sebagai sisa suara
3. Menetapkan perolehan kursi parpol peserta pemilu Anggota DPRD Kabupaten/Kota, dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu Anggota DPRD Kabupaten/Kota satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki oleh parpol.
Dalam pembacaan keputusan tersebut, hadir para pemohon yang didampingi oleh kuasa hukum, dan hadir juga anggota KPU Andi Nurpati yang hadir sebagai pihak terkait. Sebelumnya, sidang telah mendengarkan kesaksian dari saksi ahli yang menerangkan sistem proposional dan demokrasi, J Kristiadi dan Eep Saifullah Fatah. Hadar Gumay yang menjelaskan implikasi perubahan perolehan kursi parpol setelah putusan MA.***
Jawab Gugatan, KPU Ajukan Bukti-Bukti 

Jakarta, mediacenter.kpu.go.id- Setelah menghadirkan saksi ahli yakni Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan (Adminduk) Depdagri, Abdul Rasyid Saleh, hari ini (7/8), sidang gugatan pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi dilanjutkan dengan penyerahan bukti-bukti fisik baik oleh pemohon (tim Mega-Prabowo dan JK-Wiranto) maupun pihak termohon (KPU). Menanggapi gugatan yang dilayangkan pemohon I seputar ditemukannya DPT ganda/fiktif, KPU melalui tim hukumnya, Ida Budhiati menjawabnya dengan bukti fisik yang termuat dalam bukti T4, T8 dan T10. “Bukti tersebut seperti adanya pencoretan nama/NIK ganda yang ada dalam DPT di beberapa TPS” kata wanita yang juga Ketua KPU Jawa Tengah ini. Kuasa hukum tim JK-Wiranto, Chairuman Harahap sempat menanyakan mengapa dalam bukti pencoretan nama ganda di DPT tidak ada dalam berita acara, Ida lalu menjelaskan bahwa pencoretan tersebut memang tidak dilakukan penulisan berita acara namun diberi paraf. Sedangkan gugatan tentang tidak dilakukannya penetapan DPT secara nasional, KPU menyampaikan bukti berupa sampel penetapan DPT di 10 KPU Kabupaten/Kota yang terdapat dalam bukti T 10.1 hingga T 10.10. KPU juga menyertakan bukti terkait gugatan atas permintaan fotokopi KTP saat pencontrengan yang dinilai pemohon tidak sesuai dengan ketentuan. Pada persidangan kemarin, pemohon sempat menghadirkan saksi dari Jawa Timur yang mempersoalkan adanya permintaan fotokopi KTP dan paspor di hari pencontrengan. Padahal yang diwajibkan hanyalah memperlihatkan KTP asli saja. Dalam kesempatan itu, pemohon II juga memberikan bukti terkait penggelembungan suara. Tim KPU pun kembali menjawab dengan bukti-bukti berupa pemberian formulir DC, DB hingga DA. Saat pembicaraan mengenai tidak adanya penetapan DPT, pemohon dari tim Mega –Prabowo sempat mempertegas hal tersebut. “KPU baru mengundang semua pihak tanggal 6 Juli 2009. Itu pun hanya pengecekan bersama,” katanya. Menanggapi hal tersebut, Anggota KPU Sri Nuryanti menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan respons atas kedatangan dua pasangan calon yakni pasangan calon nomor urut 1 dan nomor urut 3 yang mempertanyakan soal DPT dan mendatangi KPU pada 6 Juli pagi hari. “Sehingga sore harinya kami mengundang semua pasangan calon yang waktu itu dihadiri oleh tim kampanye untuk mengecek bersama-sama. KPU tetap melakukan penetapan DPT pada 31 Mei, dan tanggal 8 Juni merupakan revisi karena adanya masukan dari daerah” tuturnya. 
Besok (8/8), Hakim Ketua meminta masing-masing pihak untuk memberikan kesimpulan dan memberikannya kepada panitera selambatnya pukul 12.00 WIB. ***
Pemutakhitan DPT Sesuai UU No.10/2008 

Jakarta, mediacenter.kpu.go.id- Sidang gugatan sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki hari ketiga (06/8). Seperti kemarin (5/8), sidang yang dimulai pada pukul 09.00 WIB dihadiri Hakim MK (9 orang), Pihak Pemohon dari tim sukses JK-Wiranto dan Mega-Prabowo, Pihak Terkait, dan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) diwakili oleh Syamsul Bahri, I Gusti Putu Artha dan Endang Sulastri.
Melanjutkan pembahasan hari sebelumnya mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT), Pihak Pemohon dan Hakim MK kembali meminta KPU untuk menjelaskan terjadinya perubahan angka dalam DPT, proses penyusunan DPT hingga pemutakhiran data yang dilakukan oleh KPU.
Endang Sulastri menjelaskan bahwa proses re-grouping (pengelompokan kembali, red) yang dilakukan dalam pemutakhiran DPT berbasis pada TPS sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2009. Rekapitulasi yang dilakukan KPU diambil dari data TPS yang ada di seluruh Indonesia termasuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. “Pemutakhiran DPT yang diumumkan tanggal 28 Mei 2009 merupakan DPT by name, hanya jumlahnya saja yang belum direkap dengan benar,” tutur Endang. Dengan demikian, hasil rekapitulasi tidak mengubah DPT.
Sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan Ketua Panwaslu Kota Tangerang, Safril E. yang menyatakan bahwa pada hari pemungutan suara (08/7), pihaknya menarik sekitar 33 Formulir C1 yang sempat beredar di sejumlah TPS. Hal tersebut dilakukan karena terdapat indikasi pelanggaran administrasi proses pemilihan umum yang bertentangan dengan Pasal 33 ayat 2b Peraturan KPU Nomor 29 Tahun 2009. 
Formulir C1 yang dimaksud ditarik karena di dalamnya hanya tercetak foto dan nama pasangan calon Presiden dan Wapres nomor urut 2 (SBY-Budiono). Sedangkan pasangan calon Presiden dan Wapres nomor urut 1 (Mega-Prabowo) dan nomor urut 3 (JK-Wiranto) hanya ditulis dengan tangan saja. Di samping itu, banyak formulir yang kosong dan tidak distempel. Pihak Panwaslu Kota Tangerang mengklaim bahwa formulir tersebut sudah ditandatangani oleh petugas KPPS. (dd/red)
MK "Mentahkan" Putusan MA
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materiil Partai Hanura dan Partai Gerindra, Jumat (7/6), terkait pembatalan penghitungan kursi tahap dua. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Konstitusi memutuskan Pasal 205 ayat (4) dan Pasal 212 ayat (3) UU 10/2008 adalah konstitusional bersyarat. Artinya, MK mengukuhkan pasal tersebut sepanjang sesuai ketentuan yang ditetapkan MK sekaligus mementahkan Putusan MA terkait pembatalan penghitungan kursi tahap dua. "MK mengadili mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusional Mahfud MD, saat sidang putusan atas permohonan uji materiil UU Nomor 10 Tahun 2008 di gedung MK, Jakarta, Jumat (7/8). Putusan MK menyebutkan bahwa Pasal 205 ayat (4) UU nomor 10/2008 adalah konstitusional bersyarat dengan ketentuan terkait penghitungan tahap kedua untuk penetapan perolehan kursi DPR bagi parpol peserta pemilu dilakukan dengan cara, menentukan kesetaraan 50 persen suara sah dari angka bilangan pembagi pemilu (BPP), yaitu 50 persen dari angka BPP di setiap daerah pemilihan anggota DPR. Kemudian, membagikan sisa kursi pada setiap daerah pemilihan anggota DPR kepada partai politik peserta pemilu anggota DPR dengan ketentuan suara sah parpol dikategorikan sebagai sisa suara dan diperhitungkan dalam penghitungan tahap ketiga. MK juga menyatakan, Pasal 211 ayat (3) UU nomor 10/2008 konstitusional bersyarat, sepanjang dilaksanakan dengan syarat, yaitu penentuan jumlah sisa kursi yang belum terbagi dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi yang telah terbagi berdasarkan penghitungan tahap pertama.
Di samping itu, untuk jumlah sisa suara sah partai politik peserta pemilu anggota DPRD diatur dengan ketetuan bagi parpol yang memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPP: 
Untuk parpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, suara sah yang diperoleh parpol dikategorikan sebagai sisa suara.
Adapun untuk perolahan kursi parpol peserta DPRD provinsi diatur dengan cara membagikan sisa kursi kepada papol peserta satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki parpol. MK juga menyatakan bahwa Pasal 212 ayat (3) UU nomor 10/2008 konstitusional bersyarat dengan cara menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi dengan cara mengurangi alokasi kursi di dapil anggota DPRD kabupaten/kota dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasarkan penghitungan tahap pertama.
Selain itu juga mengatur terkait penentuan jumlah sisa suara partai politik peserta pemilu anggota DPRD kabupaten/kota serta penetapan perolehan kursi parpol peserta pemilu anggota DPRD kabupaten/kota dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu anggota DPRD kabupaten/kota satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki parpol.
"MK memerintahkan KPU melaksanakan penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tahap kedua hasil Pemilu 2009 berdasarkan Putusan Mahkamah ini," tutur Mahfud. (http://nasional.kompas.com) 
 
Komisi Pemilihan Umum Kalimantan Barat.
Jl. Ahmad Yani No. 112 Telp : (0561) 735074 Fax : (0561) 736835